suporter

Minggu, 07 September 2008

Evolusi Salat dan Idul Fitri-Idul Fitri Kecil

Ibadah salat merupakan suatu metode 'rutin' kultural untuk proses pengakhiratan. Momentum-momentum salat lima waktu memungkinkan manusia pelakunya untuk secara berkala melakukan pengambilan 'jarak dari dunia'.

Itu bisa berarti suatu disiplin intelektual untuk menjernihkan kembali persepsi-persepsinya, untuk memproporsionalkan dan mensejatikan kembali pandangan-pandangannya terhadap dunia dan isinya, sekaligus itu bermakna ia menemukan kembali kefitrian-diri-kemanusiaan. Salat dengan demikian adalah idul fitri-idul fitri kecil yang bersifat rutin. Sekurang-kurangnya salat mengandung potensi untuk membatalkan atau mengurangi keterjeratan oleh dunia. Ini sama sekali bukan pandangan antidunia. Yang saya maksud, sebagai substansi, target, titik berat atau tujuan kehidupan.

Ibadah salat dengan demikian adalah suatu transisi sistem yang terus-menerus mengingatkan dan mengkodisikan pelakunya yang memelihara sikap mengakhiratkan dunia atau menduniaakhiratkan kehidupan. Ibadah salat menawarkan irama, yaitu proporsi kedunia-akhiratan yang dialektis berlangsung dalam kesadaran, naluri dan perilaku manusia.

Kalau kita idiomatikkan bahwa salat itu bermakna pencahayaan ('air hujan', salah satu jenis air yang disebut oleh al-Qur'an), maka jenis ibadah berkala ini berfungsi mencahayai dan mencahayakan kehidupan pelakunya. Mencahayai dalam arti menaburkan alat penjernihan diri dan persepsi hidup. Mencahayakan dalam arti memberi kemungkinan kepada pelakunya untuk bergerak dari konsentrasi kuantitas (benda, materi) menuju dinamika kreativitas (energi) sampai akhirnya menuju atau menjadi kualitas cahaya (Allahu nur al-samawat wa al-ardl).

Ibadah salat bersifat kumulatif dan evolusioner, sebagimana zakat yang berlambangkan susu (jenis air lain yang disebut oleh al-Qur'an). Kambing tidak meminum susunya sendiri, melainkan mendistribusi-kannya kepada anak-anak dan makhluk lain. Etos zakat adalah mem-bersihkan harta perolehan manusia. Membersihkan artinya mempro-porsikan letak hak dan wajib harta. Manusia tidak memberikan zakat, melainkan membayarkan atau menyampaikan hak orang atau makhluk lain atasnya.
(Emha Ainun Nadjib/Paramadina/1996)

Tidak ada komentar: