suporter

Senin, 17 Maret 2008

modal cinta untuk menikah


Dengan menangis tersedu-sedu sesekali berteriak, ibu berlinangan air
mata dengan berselonjoran kaki di atas dipan seperti anak kecil sedang
merengek meminta sesuatu. Ibu bergumam "Apa yang salah dengan
diriku?". Seolah-olah ia menyesali terhadap apa yang dialaminya.


"Rasanya aku sudah memberikan semua hal-hal yang terbaik pada
anak-anakku, tetapi kenapaaa anak-ku berani memusuhi saat sudah
dewasa. Jangaaan lupa Nak! Jangaan lupa Nak sekali lagi!"celotehnya di
dalam kegalauan yang menyelimuti hatinya. ".....aku yang
melahirkan-mu, ..aku yang berjuang melawan maut yang senantiasa
menjemput, ..aku yang menyusui-mu, ..aku yang mengajari -mu berjalan,
..aku yang mengajari-mu sopan-santun sehingga menjadi gadis cantik dan
dewasa seperti sekarang ini. Jangan lupa...Nak!, " gumamnya seolah
ingin membeberkan. ...peristiwa- demi-peristiwa yang sudah dilakukannya.

"Nerli... Nerli .... Nerli ....ho...ho. ..ho, ...hi...hi.. .hi.., kenapa
kamu seperti itu, bikin...hati ibu tidak tenang,"teriak ibu..teriakan
ibu semakin menjadi-jadi, tetapi dengan bunyi hujan lebat di luar
rumah, suara ibu terdengar pelan-pelan, "Ibu harus mengeluh pada siapa
..Nak?....pada siapa Nak? Sembari bertanya pada diri
sendiri!.... .Ayah-mu sudah lama meninggal!.. .Nenek dan kakekmu juga
sudah almarhum!" Suara ibu semakin serak, semakin parau menunjukkan
beliau sudah mulai lelah.

***

Tengah malam, Dira dan suami terbangun dari lelap tidurnya. Mereka
mendengar beberapa kali ibunya memanggil-manggil nama adiknya yang
baru setahun ini menikah. Tak cuma sekali teriakan ibu kedengaran
tetapi beberapa kali ibu memanggil nama adiknya .

Pelan-pelan Dira dan suaminya, beranjak dari kamar menyelinap ke ruang
tengah mencari dari mana suara ibu berasal. Dilihatnya ibu tergolek di
atas dipan, sesekali bangkit kemudian duduk lagi. Di tengah kedinginan
malam, membuat badan ibu yang lusuh kelihatan menggigil. Ibu tak bisa
membebaskan diri dari rasa takutnya. Kemudian suami dan istri berdua
tersebut berbisik "Ayo kita temani Ibu dan kita kuatkan hati Ibu" kata
suaminya dengan tenang.

"Baru pertama kali ini aku mengalami hal seperti ini" kata suami Dira
kepada istrinya. "Biasanya aku hanya dapat menenangkan anak dan istri
jika merengek meminta dibelikan barang yang baru. Tetapi kali ini
adalah Mertua-ku yang sekaligus sudah aku anggap seperti Ibu-ku
sendiri. Bagaimana mungkin aku bisa menenangkannya? " gumamnya dalam hati.

Tak seperti biasanya, Dira jika malam terbangun untuk menyiapkan minum
susu botol untuk anaknya yang masih balita. Kali ini dia menyiapkan
teh manis hangat untuk menenangkan hati ibu-nya yang sedang dirundung
kegalauan. Ketakutan seorang ibu terhadap anak gadisnya yang baru
setahun menikah.

Begini .... Nak, ibu mulai membuka percakapan untuk mengeluarkan
segala uneg-uneg yang ada di dalam relung hati yang paling kecil. Ibu
mulai bercerita "Aku mempunyai 6 orang anak" semua anak ibu dididik
dengan cara yang sama dan tidak pernah dibeda-bedakan. Tetapi walapun
cara didik sama ternyata hasil tidaklah sama. Ada yang menjadi anak
penurut, ada anak yang pintar, ada anak yang sopan, ada anak yang
tidak pintar, semuanya saya iklas. Tetapi satu adikmu inilah yang
melawan ibu. Tidakkah dia disebut anak durhaka? "Astagafirullah" kata
Ibu menarik ucapannya.

Beliau menceritakan peristiwa yang dialaminya dari masa Si Nerli kecil
hingga ia dewasa dan menentang pada ibunya dalam memilih suami yang
menikahi. Begini Nak "Nikah itu bukan hanya hubungan antara dua orang
saja" kata ibu memulai cerita. Lalu aku tertunduk diam hanya
mendengarkan apa yang ibu bicarakan .

Sambung cerita ibu bak seorang dosen yang sedang menceramahi mahasiswa
"Nikah itu menyatukan dua orang anak manusia, tetapi jangan lupa dua
orang manusia itu mempunyai keluarga atau mempunyai keluarga besar,
jadi perkawinan ini menyatukan dua keluarga besar juga". Tetapi Nak!
"Jangan kamu mempunyai pikiran yang negatif dulu?" sergah Ibu. Ibu
tidak ingin menjodohkan anak-anak dengan pilihan ibu, tetapi ada
rambu-rambu yang harus kalian pahami. "Jelas khan!.." kata Ibu. Kami
berdua hanya menganggukan kepala saja.

Camkan ya Nak....carilah jodohmu yang kamu cintai dengan calon yang
sesama iman, mempunyai pekerjaan, dari keluarga baik-baik, bertanggung
jawab. Hindari calon suami yang mengagung-agungkan cinta seolah-olah
dengan cinta sudah kenyang. Ingat.. yah...Nak! hidup penuh cinta 99%
itu dirasakan hanya pada awal nikah sampai mempunyai anak, jadi jika
sudah punya anak cinta itu dibagi-bagi dengan anak. Jika tinggal 60%
cinta itu sudah bagus.

Sebelum pernikahan berlangsung sebenarnya keluarga besar kita sudah
tidak menyetujuinya. Dengan berbagai alasan antara lain : 1.) paham
agamanya berbeda walaupun sesama Islam tetapi dia termasuk islam yang
eksklusif jadi pribadinya agak tertutup. 2) faktor pekerjaan selama
ini pekerjaannya belum tetap. 3) faktor keluarga besar diantara dua
pihak baik pihak keluarga perempuan dan pihak laki-laki memang sudah
tidak cocok.

"Lantas apa yang menyebabkan adik kita tetap bersikeras"? tanya Dira.

Sebenarnya alasan-alasan adikmu itu selama ini hanya berhubungan
dengan emosi belaka, tetapi tidak mempertimbangkan alasan logika-nya
antara lain 1) Sudah saling cinta. 2. Si Calon dapat memberikan
bimbingan sehingga dia merasa terobati dan tenang. Adikmu rela
dinikahi oleh pria pilihannya, asal ibu memberikan restu saja. "Cukup
restu saja" kata Nerli berulang-ulang yang diperagakan lagi oleh ibu.
Nanti Nerli tidak akan merepotkan ibu lagi.

Ibu sudah banyak memanjatkan doa agar adikmu diberikan jodoh yang
nantinya akan memberikan ketentraman berdua. Sebenarnya Ibu berharap
jika mungkin boleh meminta kepada Tuhan...tolong, tolong jauhkan anak
saya. Tetapi apa mau dikata kemauan keras adikmu itu sudah tidak bisa
ditawar lagi. Dia sudah sering tinggal di tempat laki-laki itu. Dia
tidak perduli apa kata keluarga...itu mencoreng nama keluarga kita.

Dengan kondisi sangat sederhana maka pernikahan itu dilangsungkan,
tanpa adanya acara-acara seremonial. Pihak mempelai kelihatan senyum
bahagia, tetapi dipihak keluarga dengan perasaan yang campur aduk
mencoba untuk mengikuti prosesi yang dijalankan.

Hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi bulan berjalan
diarunginya bahtera rumah tangga baru, ternyata sudah menginjak satu
tahun usia perkawinan. Pada awal memang indah tetapi lama-lama menjadi
gundah. Komitmen awal yang tidak akan merepotkan ibu lagi ternyata
tidak bisa dipegang. Bagaimana mungkin seorang ibu muda yang sedang
hamil tidak terurus sehingga mengalami keguguran, dari sini sudah
mulai banyak masalah yang ternyata tidak bisa dihadapinya berdua saja.

Suaminya terkena musibah diberhentikan dari tempat kerja yang hanya
dikontrak tiga bulan, susah mencari pekerjaan lain, sementara pihak
keluarga sulit untuk menerima kehadirannya. Mau datang ke rumah mertua
merasa segan, takut, malu dan perasaan lain yang berkecamuk, seperti
memelas, jika tidak dilakukan mau ke rumah siapa lagi. Dalam hati
Nerli berkata "jangan-jangan ini ujian bagi kita yang tidak menurut
pada Ibu yang tercinta". Keesokan hari Nerli dan suami berkunjung ke
rumah ibu dengan bersimpuh meminta maaf apa yang sudah dia lakukan.

Kenapa Ibu menangis?

"Nak Dira dan suami" kata ibu menyambung lagi. Apa yang ibu
khawatirkan ternyata sekarang menjadi kenyataan. Pelajaran untuk
adik-adik yang lain jangan terlalu agungkan cinta itu, jika kau
memilih suami yang tampan seperti Pangeran maka kau akan menyesal jika
Pangeranmu tidak tampan lagi. Ingat Nak "Rambu-rambu" yang ibu
utarakan tadi.

Dengan kondisi ibu yang sudah stabil suami Dira mencoba untuk berkata
"Jadi ibu khawatir dengan masa depan anak dan menantu ibu". Oh Iya,
"tidak ada seorangpun ibu yang tidak ingin anaknya kekurangan dan
tidak bahagia" Ibu menyahut. "Ibu kebahagiaan itu adalah milik semua
orang, bukan monopoli ibu saja" kata suami Dira. Barangkali Nerli dan
suami sudah cukup bahagia dengan apa yang ia dapatkan sekarang.

"Keinginan ibu melihat Nerli dan suami menjadi keluarga serba cukup
dan penuh kebahagian juga tidak salah" kata suami Dira. Yang salah
dari Ibu adalah perasaan terlalu khawatir dan ketakutan yang
berlebihan. Ibu jangan khawatir dengan anak-anak dan menantu, mereka
sudah banyak mengalami banyak kesulitan tetapi mereka sampai saat ini
juga masih hidup. Jadi masa depan mereka semua adalah mereka sendiri
yang akan menentukan. "Ingat cucu ibu sebentar lagi akan dilahirkan,
mudah-mudahan menambah kebahagiaan" kata penutup dari suami Dira.


Tidak ada komentar: